Makalah Qadha dan Qadar

A.    PENDAHULUAN
        Qadha dan Qodar adalah dua hal yang secara bahasa berbeda     namun     merupakan satu kesatuan kuasa Allah yang tak dipisahkan.     Hal ini disebabkan keduanya merupakan ketentuan atau keputusan     dan wilayah otonomi kekuasaan Allah yang tak terbatas oleh ruang     dan waktu.
        Allah mempunyai hak untuk menciptakan dan memerintah     apa yang dikehendakinya. Segala sesuatu pun telah ditetapkan     oleh Allah sebelum ia menciptakan makhluqnya. Ia juga     mengatur dan     menetapkan empat perkara pada makhluqnya, seperti     rizqi, ajal, amalaannya dan celaka atau bahagia, sekali-kali tidak     ada pilihan bagi mereka. Dalam kenyataan hidup yang kita lihat     setiap hari di     masyarakat berbagai macam warna kehidupan, ada     orang yang hidupnya beruntung ada pula yang nasibnya serba     kekurangan.Itu semua telah menunjukkan bahwa Allah     menciptakan segala sesuatu     menurut kadar ukurannya.
        Dalam al-Qur’an banyak ayat yang inti kandungannya     mengacu untuk menyakini akan ketentuan dan ketetapan Allah     swt. Dalam makalah ini semua contohnya ada golongan makiyah     dan juga ada golongan madaniyah. Dan sebagai seorang mukmin     harus menyakini bahwa segala apa yang terjadi di alam semesta ini     telah direncakan oleh     penciptanya.



B.    PEMBAHASAN
1.    Pengertian Qadar
        Qadar menurut bahasa adalah ukuran atau ketetapan.     Sedangkan secara istilah pengetahuan Allah tentang segala sesuatu     yang ingin dia wujudkan atau terjadi pada makhluqnya dan alam     semesta.[1] Sedangkan menurut paham Qadariyah manusia     mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.  Dan bgitu sebaliknya dengan pendapat kaum jabariyah yang mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya.[2] Berbeda lagi dengan paham Ahlisunnah wal jama’ah, aliran ini berpendapat bahwa manusia wajib ikthiar namun Allah berhak menentukan hasil ikhtiar tersebut, dan manusia harus bertawakal terhadap keputusan/takdir Allah.[3]   Qadar merupakan perwujudan atau realisasi dari qadha Allah, oleh karena itu baru dapat diketahui setelah sesuatu terjadi, sehingga sering kita jumpai seseorang mengatakan “ ini memang sudah taqdirku”. Maka Allah berfirman dalam Qs. Al-ahzab : 38.[4]
 مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ اللَّهُ لَهُ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا (38)
Artinya: Tiada suatu keberatan pun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan oleh Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah –nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku. (Qs. Al-Ahzab : 38).

2.    Macam-Macam Qadar (takdir)
a.    Takdir Mubram
    Takdir mubram adalah takdir Allah yang tidak bisa berubah, takdir ini semata-mata ketentuan Allah yang tidak disandarkan kepada ikthiar manusia. Contohnya seperti kematian hal ini termasuk ketentuan Allah yang mana tidak dapat dirubah melalui ikhtiar manusia. Seperti firman Allah dalam Qs. An-nisa:78.
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِكَ قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ فَمَالِ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا (78)
Artinya: “Dimana saja kamu berada,kematian akan mendapatkan kamu kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “ini adalah dari sisi Allah”. Dan jika mereka ditimpa suatu bencana mereka mengatakan: ini (datangnya)dari sisi kamu (Muhammad). Katakanlah: semua (datang) dari sisi Allah. Maka mengapa orang-orang itu(munafiq) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun. (An-nisa:78).
b.    Takdir mu’allaq
    Takdir Mu’allaq adalah takdir yang bisa berubah. Takdir ini merupakan ketentuan Allah yang disandarkan atas ikhtiar manusia.
    Manusia berikhtiar untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan, sehingga usahanya dilakukan dengan maksimal, baik secara lahir (usaha) atau secara batin (do’a). Contohnya seperti kekayaan dan kepandaian,kedua contoh tersebut bisa disandarkan atas usaha manusia (dengan cara berdo’a disertai usaha dan hasilnya di tawakal kan kepada Allah). Hal ini senada dengan firman Allah,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri. . . (Qs. Ar-ra’du:11)

3.    Iman kepada Qadar Allah
        Iman kepada qadar adalah membenarkan dengan keyakinan yang kuat bahwa semua yang terjadi meliputi perkara yang baik     maupun buruk serta segala sesuatu merupakan qadha dan qadarnya     Allah.[5]   Firman Allah dalam Qs. Al-Qamar: 49.
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ (49)
    Artinya: “Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut     ukuran”. (Qs.Al-Qamar:49)
    Iman kepada Qadar mencakup empat perkara:
1.    Beriman bahwa Allah maha mengetahui segala sesuatu, baik secara global maupun terperinci, baik berkenaan dengan perbuatanya, seperti mencipta, mengatur, menghidupkan atau mematikan. Semua itu telah diketahui oleh Allah, seperti dalam firman-Nya.
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا (12)

Artinya: Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah mahakuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu. (Qs. Ath-Thalaq: 12)
2.    Beriman bahwa Allah menuliskan dalam Lauh Mahfuuzh, takdir segala sesuatu dari para makhluq, kondisi, dan rezekinya. Sehingga tidak berubah dan tidak pula diganti, tidak bertambah dan tidak pula berkurang kecuali dengan perintahnya.
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (70)
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan yang ada dibumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (lauh Mahfuuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah”. (Qs Al-Hajj: 70).
3.    Beriman bahwa semua yang ada tidak terjadi kecuali atas kehendak dan keinginan Allah, serta segala sesuatu terjadi karena keinginan Allah.
لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ (28) وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (29)
“Bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus, dan kamu tidak dapat menghendaki(menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam, (Qs. At-Takwir: 28-29).
4.    Beriman bahwa Allah pencipta segala sesuatu, tiada pencipta yang lain kecuali Dia.
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ (62)
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu” (Qs. Az-Zumar:62).

4.    Hikmah Beriman Terhadap Takdir Allah
1.    Syukur atas nikmat-Nya dan sabar ketika mendapat musibah. Seperti dalam firman Allah dalm Qs. Al-Nahl: 53 dan Qs. Al-Ma’arij:19-23.
 “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah lah datangnya, dan apabila kamu ditimpa oleh kemudharatan hanya kepada nyalah kamu meminta pertolongan”. (Qs. An_Nahl: 53).
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah dan apabila mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya”. (Qs. Al-Ma’arij 19-23)
2.    Selalu berhati-hati
Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga), tiada orang yang merasa aman dari azab Allah, kecuali orang yang merugi. (Qs. Al-A’raf: 99)
3.    Menghadapi sesuatu dengan hati yang tenang .[6]
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada irimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauh mahfuuz) sebelum kamu menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikannya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri .(Qs. Al-Hadiid: 22-23)

C.    PENUTUP
    Dari paparan diatas disimpulkan bahwa Qadar merupakan ketentuan Allah yang berlaku terhadap kondisi makhluqnya. Tak ada satu pun orang yang dapat menggugat segala keputusan dan ketentuan Allah, karena itu semua telah terangkum dalam sebuah kitab yaitu lauh mahfuuz. Hakikatnya semua perbuatan yang dilakukan manusia hanya merupakan majaz, karena sebenarnya yang melakukan semua itu adalah Allah. Manusia hanyalah sebagai wayang sedangkan dalangnya adalah Allah .[7]
    Manusia hanya bisa berikhtiar dan bertawakal kepada Allah dengan apa yang telah ditetapkannya. Allah tidak akan membebani seorang hambanya melainkan sesuai dengan kesanggupannya, karena Allah akan membalas dari apa yang telah diusahakan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

 El-Saha, M Isoma dan saifu Hadi, Sketsa al-Qur’an .t. tp:Lista Fariska Putra,2005.
 Muhammad Yusuf, Ahmad. Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta: Widya Cahaya, 2009.
Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil. Jakarta Timur:  Darus Sunnah, 2007.
 Nizhan, Abu. Al-Qur’an Tematis. Bandung: Mizan Pustaka,2011.
Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan. Jakarta: Universitas Indonesia,1986.


[1]Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil, (Jakarta Timur: Darus Sunnah, 2007),278.
[2]Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, (Jakarta: Universitas Indonesia,1986),33.
[3]Ibid,.
[4]Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits,(Jakarta: Widya Cahaya, 2009),336.
[5]Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, op, cit, 278
[6]Abu Nizhan, Al-Qur’an Tematis, (Bandung: Mizan Pustaka,2011),242.
[7]M. Ishoma El-Saha dan saifu Hadi, Sketsa al-Qur’an (t. Tp:Lista Fariska Putra,2005),589.

Previous
Next Post »
Thanks for your comment