Kesucian Allah Dari Sekutu Penafsiran Surat Al-Baqarah Ayat 22

A. Pendahuluan
Al-Qur'an adalah firman Allah Swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. secara bertahap melalui perantara malaikat jibril. di dalamnya berisi tentang berbagai macam ilmu-ilmu ketauhidan, syariat, aqidah, muamalah dan ilmu-ilmu yang lain. Al-Qur'an merupakan kitab penyempurna dari tiga kitab yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi-Nabi sebelumnya yaitu Taurat, Injil, Zabur. Ciri bahasa Al-Qur'an adalah global atau masih bersifat umum, oleh karena itu dalam memahami Al-Qur'an dibutuhkan penafsiran secara mendalam. penfsiran Al-Qur'an pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. kemudian dilanjut pada masa sahabat-sahabat Nabi dan diteruskan oleh tabi'in. Di dalam AL-Qur'an akan banyak dijumpai ayat-ayat yang menyebutkan tentang keesaan Allah Swt. bagaimana eksistensi Allah dalam segala hal serta janji-janji Allah dan fitrah mengenal Allah.
Dalam makalah ini kami akan mencoba menyampaikan beberapa ayat yang menyajikan tentang eksistensi keberadaan Allah Swt. dan fitrah mengenal Allah Swt. sesuai yang terdapat dalam Al-Qur'an serta dengan dudukung literatur yang telah kami dapatkan
B. Pembahasan
            Dalam Surat Al-Baqarah ayat 22 disebutkan :
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (٢٢
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. Dan dia menurunkan air (hujan) dari langit. Lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahuinya.”
            Allah bukan hanya menciptakan kamu, tetapi dia juga yang menjadikan bumi hamparan untuk kamu. Kalau kata (خلق) khalaqa/menciptakan memberi kesan wujudnya sesuatu baik melalui bahan yang telah ada sebelumnya maupun belum ada, serta menekankan bahwa wujud tersebut sangat hebat, dan tentu lebih hebat lagi Allah yang mewujudkannya, maka kata (جعل) mengandung makna mewujudkan sesuatu dari bahan yang telah ada  sebelumnya sambil menekankan bahwa yang wujud itu sangat bermanfaat dan harus diraih manfaatnya, khususnya oleh yang untuknya diwujudkan sesuatu itu yaitu manusia. Jika demikian maka manusia yang untuknya dijadikan bumi ini terhampar harus meraih manfaat lahir serta batin, material dan spiritual dari dijadikannya bumi ini terhampar. Jangan biarkan bumi ini tanpa dikelola dengan baik. Makmurkan ia untuk kemaslahatan hidup, sambil mengingat bahwa sebagaimana ada makhluk yang diciptakan Nya sebelum kamu, ada juga makhluk yang akan datang setelah kamu, yang sebelum kamu telah memanfaatkan bumi ini tanpa menghabiskannya, bahkan masih menyisakan banyak untuk kamu, maka demikian pula seharusnya kamu wahai seluruh manusia masa kini, jangan habiskan atau rusak bumi, ingatlah generasi sesudah kamu.[1]
            Dijadikannya bumi terhampar bukan berarti ia ciptakan demikian. Bumi diciptakan oleh Allah bulat, atau bulat telur. Itu adalah hakikat ilmiah yang sulit dibantah. Kehamparanya tidak bertentangan dengan kebulatannya. Allah menciptakan bulat untuk menunjukkan bahwa betapa hebat ciptaan-Nya. Lalu Dia menjadikan yang bulat itu terhampar bagi manusia yakni kemanapun mereka akan melangkahkan kaki, mereka akan melihat atau mendapatkanny terhampar. Itu dijadikan Allah agar manusia dapat meraih manfaat sebanyak mungkin dari dijadikannya bumi demikian.
            Allah tidak hanya menciptakan bumi dan menjadikannya terhampar, tetapi juga menjadikan langit sebagai bangunan/atap. Ini mengisyaratkan bahwa di atas dunia ini, ada belapis-lapis langit yang tidak sesuai dengan kondisi manusia secara umum. Aneka langit itu apabila tidak terhalangi oleh atap langit dunia, atau bila manusia berada di luar bangunan ini, niscaya hidupnya atau kenyamanan hidupnya akan terganggu.[2]
            Thahir bin Asyur menjelaskan bahwa memahami makna kata ja’ala dalam arti menjadikan yakni mewujudkan sesuatu dari bahan yang telah ada sebelumnya, memberi isyarat bahwa bumi yang kita huni dewasa ini telah mengalami perubahan dan berpindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain. Hal ini juga sejalan dengan firman Allah, “dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya”.
            Penyebutan bumi dan langit bukan itu saja karena keduanya sangat dekat ke benak manusia, tetapi juga karena keduanya terdapat nikat yang sangat dibutuhkan manusia, air di bumi dan udara di langit. Di sisi lain penyebutan dengan urutan tersebut mengisyaratkan pula bahwa air bersumber dari bumi kemudian menguap ke udara lalu turun kembali ke bumi dan karena itu lanjutan ayat ini berbicara tentang nikmat Allah menurunkan air dari langit.
            Penciptaan langit dan bumi, tersedianya air dan tumbuh berkembang dan berbuahnya pohon-pohon menunjukkan betapa Allah telah menciptakan alam raya demikian bersahabat dengan manusia, sehingga menjadi kewajiban manusia menyambut persahabatan itu dengan memelihara dan mengembangkan sebagaimana dikehendaki Allah.
            Penaafsiran surat Al-Baqarah ayat 22 hampir sama dengan makna awal surat An-Naml ayat 61, yaitu:
أَمْ مَنْ جَعَلَ الْأَرْضَ قَرَارًا وَجَعَلَ خِلَالَهَا أَنْهَارًا وَجَعَلَ لَهَا رَوَاسِيَ وَجَعَلَ بَيْنَ الْبَحْرَيْنِ حَاجِزًا أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut?Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Bahwakan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui.)”
            Di sini Allah mengajak manusia bersyukur, sekaligus berfikir tentang keajaiban ciptaan-Nya. Betapa tidak menakjubkan, setiap saat bumi bergerak bagaikan berenang di angkasa, namun demikian penghuninya yang ada di permukaannya tidak merasakan gerak itu bahkan tidak terjatuh atau tergelincir. Dengan bertambahnya pengetahuan kita tentang hakekat Allah Swt. Menciptakan alam semesta beserta manfaat yang dari ciptaan-Nya tersebut maka wajiblah bagi kita untuk semakin bersyukur pada-Nya dan semakin tebal lah iman kita kepada-Nya. Dan tiada alasan bagi kita untuk menyekutukan-Nya dengan sekutu apapun.[3]
C. Kesimpulan          
            Dalam Surat Al-bawarah ayat 22 serta surat An-Naml ayat 61. Allah memerintahkan manusia sebgai makhluk ciptaanya yang paling sempurna untuk berfikir dan bersyukur kepadanya atas keajaiban ciptaanya.
            Penciptaan langit dan bumi, terjadinya air dan tumbuh berkembang dan berbuahnya pohon-pohon menunjukkan betapa Allah telah menciptakan alam raya demikian bersahabat dengan manusia, sehingga menjadi kewajiban manusia menyambut persahabatan itu dengan memlihara dan mengembangkan sebagaimana dikehendaki Allah. Karena itu tidak mengherankan kalau ia disebut dalam rangka mengingatkan manusia kepada kekuasaan Allah yang Maha Pencipta, karunia Allah yang Maha Pemberi Rizki, dan keberkahan Al-Ma’bud Tuhan yang berhak disembah untuk diibadahi oleh hamba-hambanya dan makluk-Nya.[4]

Daftar Pustaka

Shibab, Quraisy. Tafsir Al-Qur’an al-Karim. (pustaka hidayah. 1997)
Yusuf, Ahmad Muhammad. Ensiklopedi tematis ayat al-Qur’an dan hadits (Jakarta: Widya Cahaya. 1999)
Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an (Beirut:Darus-Syuruq.1992)

[1] Quraisy Shibab. Tafsir Al-Qur’an al-Karim. (pustaka hidayah. 1997).hlm. 120
[2] Ibid. 121
[3] Ibid. 124
[4] Sayyid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an (Beirut:Darus-Syuruq.1992)
Previous
Next Post »
Thanks for your comment