KERUGIAN MANUSIA DAN PENGECUALIANNYA MENERAPKAN KAIDAH ALIF LAM (ال) DALAM SURAH AL-ASHR


A. Pendahuluan
Surat ini adalah surat makiyah. Demikian pendapat ulama kecuali segelintir dari mereka. Tema utama adalah tentang pentingnya manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Sebab jika tidak, maka kerugian dan kecelakaan yang menanti mereka

Imam Syafi’I menilai surat ini sebagai salah satu surat yang paling penting sempurna petunjuknya. Menurut beliau seandainya umat islam memikirkan kandungan surat ini, niscaya ( petunjuk-petunjuknya) mencukupi mereka.

Surat ini merupakan surat ke-13 dari segi penurunan turunya, ia turun sesudah alam nasyrah dan sebelum surat al-adiyat. Ayat-ayat ini disepakati berjumlah 3 ayat

B. Tafsir Surat Al-Ashr ayat 1-2
وَالْعَصرِ . اِنَّ الإِنْسَنَ لَفِى خُسْرٍ .
Artinya: 1. Demi masa 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.
Jika Alif Lam (ال) masuk ke kata benda atau ke kata sifat yang huruf pertama adalah salah satu huruf Qamariyah, yaitu:
ا,ب,ح,ح,خ,ع,غ,ف,ق,ك,م,و,ه,ي
Maka
-          Dalam bacaan, bunyi huruf “Lam (ل)”, dibaca dengan jelas atau tidak diasimilasikan ke huruf Qamariyah tersebut
-          Dalam format tulisan huruf “Lam (ل)”, menyandarkan tanda “sukun” (mati) dituliskan dengan bentuk:
Contoh:
اَلعُصر.الانسن
Dalam ayat ini Allah mengungka[pkan bahwa manusia sebagai makhluk Allah sungguh secara keseluruhan berada dalam kerugian.[1] Perbuatan buruk manusia adalah merupakan sumber kecelakaanya yang menjurumuskan ke dalam kebinasaan, bukan masanya atau tempat. Dosa seseorang terhadap Tuhannya yang memberi nikmat tak terkira kepadanya adalah suatu pelanggaran yang tak ada bandingannya sehingga merugikan dirinya sendiri.[2]

Dalam surat yang lalu Allah SWT memperingatkan manusia yang menjadikan seluruh aktifitasnya hanya berupa perlombaan menumpuk-numpuk harta serta menghabiskan waktunya dari kehidupan ini. Nah, dalam surat Al-Ashr ini Allah berfirman “ Wal Ashr, sesungguhnya semua manusia mukalaf didalam yang besar dan beragam.

Kata (العصر) Al-Ashr terambil dari kata (عصر) Ashara yakni menekan suatu sehingga apa yang terdapat pada bagian yang terdalam dari padanya nampak ke permukaan atau keluar (memeras). Angin yang tekanan sedemikian keras sehingga memporak-porakkan segala sesuatu dinamai (اعصار) waktu. Tatkala perjalanan matahari melampaui pertengahan dan telah menuju kepada terbenang dinamai (عصر) Ashar.

Para ulama sepakat mengartikan kata Ashr pada pertama surat ini dengan waktu, hanya saja mereka berbeda pendapat tentang waktu yang dimaksud, ada yang berpendapat bahwa ia adalah waktu atau masa dimana langkah dan gerak tertampung didalamnya, ada lagi yang menentukan waktu tertentu yakni dimana waktu shalat ashar dapat dilaksanakan, pendapat ketiga ialah waktu atau masa kehadiran Nabi Muhammad dalam kehidupan ini.

Dapat juga dikatakan bahwa pada surat ini Allah bersumpah demi waktu dan dengan menggunakan kata Ashr bukan selainya untuk menyatakan bahwa : demi waktu atau masa dimana manusia mencapai hasil setelah memeras tenaganya, sesungguhnya mereka merugi –apapun hasil yang dicapainya itu. Kecuali jika ia beriman dan beramal saleh. Kerugian tersebut mungkin tidak bisa dirasakan pada waktu dini, tetapi pasti akan disadarinya pada waktu ashr kehidupanya menjelang matahari hayatnya terbenam, itulah agaknya rahasia mengapa tuhan memilih kata ashr untuk menunjuk waktu secara umum.

Waktu adalah modal utama manusia, apabila tidak diisi dengan kegiatan positif, maka ia akan berlalu begitu saja, ia akan hilang dan ketika itu jangankan keuntungan diperoleh, modalpun telah hilang.

Kata (الانسان) manusia terambil dari kata yang berarti gerak atau dinamisme, ia juga memiliki sifat lupa atau sayogyanya melupakan kesalahan-kesalahan orang lain serta iapun merasa bahagia dan senang bila bertemu dengan jenisnya atau seyogyanya selalu memberi kesenangan dan kebahagiaan kepada diri dan makhluk-makhluk lainya.

Kata Al-Insan yang mengambil kata ma’rifat menunjuk kepada jenis-jenis manusia tanpa terkecuali, baik mu’min atau kafir. Syeikh Muhammad Abduh menambahkan bahwa manusia yang dimaksud ayat ini walaupun bersifat umum, tetapi tidak mencakup mereka yang tidak mukallaf (tidak mendapat beban perintah keagamaan) seperti belum dewasa atau gila.

Kata (خسر) mempunyai banyak arti, antara lain rugi, sesat, celaka, lemah, tipuan dan sebagainya yang kesemuanya mengarah kepada makna-makna yang negatif, atau tidak disenangi oleh siapapun.

Kata (لفي) adalah gabungan dari huruf (ل) yang mengisyaratkan makna sumpah dan huruf (في) yang mengandung makna wadah dan tempat. Dengan kata tersebut tergambar bahwa seluruh totalitas manusia berada di dalam satu wadah kerugian.-Kerugian seakan-akan menjadi satu tempat wadah atau tempat dan manusia berada serta diliputi oleh wadah tersebut.

Jika demikian waktu harus dimanfaatkan. Apabila tidak di isi maka kita akan merugi, bahkan kalaupun diisi tetapi dengan hal-hal yang negatif maka manusia diliputi oleh kerugian. Disinilah terlihat kaitan antara ayat pertama dan kedua dan dari sini pula ditemukan sekian banyak hadits nabi yang memperingatkan manusia agar mempergunakan waktu dan mengaturnya sebaik mungkin.[3]
Tafsir Surah Al-Ashr ayat 3
اِلاَّالَّذِنَ أمَنُ وَعَمِلُوْالصَّلِحَتِ وَتَوَاصَوبِ الْحَقِّ وَتَوَاصَوابِالصَّبْر
Artinya: 3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Joika Alif lam (ال) masuk ke kata benda atau kata sifat yang huruf pertamanya adalah salah satu huruf syamsiyah yaitu:
ت,ث,د,ذ,ر,س,ش,ص,ض,ط,ظ,ل,ن
Maka:
-          Dalam bacaan  bunyi huruf “lam” diasimilasikan ke dalam bunyi huruf syamsiyah tersebut
-     Dalam format tulisan, huruf Lam, tidak menyandang tanda apapun diatasnya dan pada huruf syamsiyah tersebut di berikan tanda “syaddah”/ Tasydid diatasnya dituliskan dengan bentuk Seperti
الَّذِينَ الصَّلحَتِ الصَّبْر
Dan huruf qomariyah, seperti:
الْحَق
Dalam ayat ini Allah menjelaskan agar manusia tidak merugi hidupnya ia harus beriman kepada Allah. Melaksanakan ibadah sebagaimana yang diperintahkannya. Berbuat baik untuk dirinya sendiri dan berusaha menimbulkan manfaat kepada orang lain.

Disamping harus beriman dan beramal saleh mereka saling nasihat menasehati supaya tetap berlaku sabar, menjauhi perbuatan maksiat yang setiap orang cenderung kepadanya, karena dorongan hawa nafsunya.[4]

Ayat yang lalu menegaskan bahwa manusia diliputi oleh kerugian yang besar dan beraneka ragam. Ayat diatas mengecualikan mereka yang melakukan empat kegiatan pokok yaitu: kecuali orang-orang yang beriman, dan beramal sholeh yakni yang bermanfaat, serta saling berwasiat tentang kebenaran dan saling berwasiat kesabaran dan ketabahan.

Iman adalah pembenaran hati atas apa yang disampaikan oleh nabi Muhammad Saw. Intinya antara lain dapat disimpulkan rukun iman yang enam itu.

Kalau dalam penafsiran ayat yang kedua digambarkan bahwa totalitas manusia berada dalam kerugian, maka apabila ia telah memiliki pengetahuan tentang kebenaran yang dimaksud di atas, maka seperempat dari diri kita bebas dari kerugian.

Kata (عمل) yang berarti pekerjaan, digunakan oleh Al-Qur’an untuk menggambarkan kegunaan daya manusia baik daya fisik, qalbu, fikir, daya hidup yang dilakukan dengan sabar oleh manusia  dan jin.

Kata (صالح) terambil dari kata (صلح) yang dalam kamus-kamus bahasa Al-Qur’an sering dijelaskan sebagai antonim (lawan) dari kata (فاسد) rusak. Dengan demikian kata sholeh diartikan sebagai tindakan kerusakan.

Amal sholeh adalah pekerjaan apabila dikerjakan tanpa terhenti atau menjadi tiada akibat pekerjaan tersebut suatu mudharat (kerusakan), ataukan dengan amal tersebut diperoleh manfaat atau kesesuaian. Amal sholeh adala segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok, dan mnusia secara keseluruhan, atau segala perbuatann yang sesuai dengan dalil Al-Qur’an, dan sunnah nabi Muhammad Saw.

Setiap amal saleh harus mempunyai dua sisi, sisi pertama adalah wujud amal yang biasanya terlihat di dalam nyata. Sisi yang kedua adalah motif pekerjaan itu. Mengenai sisi ini hanya Allah yang dapat menilainya.

Kata (تواصوا) terambil dari kata (وصى). (وصية) yang secara umum diartikan sebagai menyuruh yang baik. Kata ini berasal dari kata (ارض واصية) yang berati tanah yang dipenuhi atau bersinambungan tumbuhanya. Berwasiyat adalah tampil kepada orang lain dengan kata-kata yang halus agar yang bersangkutan bersedia melakukan suatu pekerjaan yang diharapkan secara berkesinambungan.

Dari sini dipahami bahwa isi wasiat hendaklah secara berkesinambungan bahkan mungkin juga menyampaikan dan melakukannya harus secara terus menerus dan tidak bosan-bosannya menyampaikan isi kandungan wasiat itu kepada yang diwasiat.

Kata (الحق) berarti sesuatu yang mantap tidak berubah. Apapun yang terjadi. Allah Swt adalah puncak sasuatu yang haq. Selanjutnya sekaligus syarat yang dapat membebaskan manusia dari kerugian total adalah saling wasiat mewasiati menyangkut kesabaran.

Kita punya kewajiban bukan hanya mengembangkan sifat insaniyah kita. Tetapi juga kwajiban untuk mengembangkan masyarakat insaniyah atau masyarakat yang memiliki sifat kemanusiaan. Al-Qur’an menyebutkan dua caranya, yaitu twasaubil haq dan tawa saubish shabr. Al-Qur’an tidak menggunakan kata tanashabu (saling memberi nasihat)., tetapi Al-Qur’an menggunakan kata “saling memberi wasiat” . mengapa? Wasiat itu lebih dari sekedar nasihat. Nasihat itu boleh dilaksanakan boleh juga tidak, mungkin juga boleh didengar atau tidak kalau wasiat harus didengar dan dilaksanakan.

Pada kata tawa shau kita bukan hanya subyek. Tetapi sekaligus objek. Kita bukan saja yang menerima wasiat, tetapi juga yang diberi wasiat. Apa yang harus diwasiatkan?Al-Haq dan Ash-Shabr

Sebagaimana iman tidak bisa dipisahkan dengan amal shaleh, maka al-haq tidak bisa dipisahkan dengan ash-shabr. Jadi orang tidak dikatakan beriman kalau tidak beramal shaleh dan tidak dikatan membela kebenaran kalau tidak tabah dalam membela kebenaran tersebut.[5]

Sabar adalah menahan kehendak nafsu demi mencapai sesuatu yang tidak atau lebih baik. Secara umum kesabaran dapat dibagi menjadi dua bagian pokok, yakni: sabar jasmani dan sabar rohani. Sabar pertama adalah kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam ibadah haji, dan sabar dalam membela kebenaran, begitu juga sabar dalam menerima cobaan, baik cobaan yang menimpa jasmani seperti penyakit, penganiayaan, dll. Sedangkan rohani adalah menyangkut kemampuan hawa nafsu yang dapat mengantar kepada keburukan. Seperti sabar dalam menahan amarah, atau menahan hawa nafsu seksual yang bukan pada tempatnya.

[1] Muhammad Nasib Ar-Rifai.Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. (Jakarta:Gema Insani Press.2000)
[2] Tafsiran DEPAG indonesia
[3] M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah. (Tangerang:lentera Hati.2003)
[4] Penafsiran Depag Indonesia
[5] Murtadha Muthahari.Tafsir surat al Ashr.Durushu qur'ani Karim
Previous
This is the oldest page
Thanks for your comment